cerpen

Tidurlah

jam berapa sekarang?

aku seperti telah tertidur bertahun lamanya, dari rasa lelah pada perjuangan yang aku masih belum juga mau menyerah. makhluk mungil di sebelahku masih lelap sambil memeluk boneka kesayangannya yang sudah mulai kumal dan jelek itu. iya, uangku tak ada untuk menggantinya dengan yang baru.

tak ada lagi pria yang biasa mengapit kami berdua dalam pelukannya, yang akan dipanggil papa oleh putriku yang tak bisa bicara. dia sudah mati, tepatnya di dalam hatiku. kutinggalkan dalam perselingkuhan yang kupergoki sebulan yang lalu. katanya, kemiskinan yang memaksanya untuk melakukan itu, ia melacur. tapi tak ada alasan yang tepat untuk menerima sebuah perselingkuhan, apapun tak layak.

kuusap kepala putriku dan menyelimutinya. wajahnya yang pucat telah membuatku begitu iba, tak layak aku perlakukan dia begini menderita. aku bukan ibu yang pantas untuknya. berkaca-kaca mataku dan kualihkan pandang pada langit yang masih gelap dan dingin. “Tuhan, masih ada tempat untuk kami pulang? Aku mulai lelah.”

dadaku sesak, mungkin racun sedang bereaksi. anakku pasti sudah lebih dulu menemuiNya, sebaiknya aku tidur lagi saja. supaya matiku tak terlalu sakit terasa.

– sudah pukul 4 pagi, di pelataran taman makam pahlawan.

 

 

(inspired by REST IN PEACE – “Tidurlah, Sayang, Ibu tidak punya beras lagi. Ayo, kita bertemu Tuhan. Ibu lelah.”)